Farewell Hands #VIXXfiction

ohnajla | romance, slice of life, drama, songfic | oneshoot | Teen
VIXX Ken || VIXX Ravi || Min Haru (OC)
Recommended song =>   VIXX – Farewell Hands ; BTS – Coffee
Baby baby, you’re a caramel macchiato
Your scent is still sweet on my lips
**

Perpisahan yang indah. Awalnya kupikir ini akan penuh dengan senyuman. Nyatanya justru uraian air mata. Indah, namun menyakitkan. Aku tahu aku tidak bisa mengelak dari hukum alam. Di mana ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Tapi, benarkah harus secepat ini?
“Mau sampai kapan kau di sana?”
Segera kutegakkan kepalaku. “Sebentar lagi. Kau bisa pergi duluan.”
“Yang benar saja. Baiklah, kutunggu di depan.”
“Eum.”
Langkah kaki terdengar mulai menjauh. Sempurna, sekarang hanya ada kita berdua di sini. Aku akan menemanimu sedikit lebih lama.
**
“Selamat pagi. Ada yang bisa kami bantu?” Ravi, selaku pengelola sekaligus chef diCoffee Shop itu menyapa seorang gadis berambut cokelat madu yang baru saja tiba. Meski ia tahu wajahnya selalu garang, tapi dia tidak pernah menunjukkan kegarangannya apalagi di hadapan seorang gadis.
“Oh pagi. Eum, kemarin saya juga datang ke sini. Ini kedua kalinya saya datang,” ucap gadis itu dengan ceria. Dia duduk di depan Ravi, tepatnya pada meja bar.
“Benarkah? Oh maaf, aku tidak mengingatmu.”
Gadis itu menggeleng pelan. Tidak masalah.
“Apa yang ingin kau pesan?”
“Eung … sebenarnya aku tidak begitu hafal menu di sini. Kemarin seorang barista yang punya hidung besar memberiku secangkir kopi. Aku tidak tahu namanya, tapi aku menyukainya. Bisakah aku memesan kopi yang sama dengan kopi yang kudapat kemarin?”
Ravi tampak berpikir sejenak. Setelah itu dia ingat sesuatu. “Ah … maksudmu barista berhidung besar itu Ken hyung?”
Dahi gadis itu mengernyit tapi mengangguk. “Bisa jadi.”
“Oh, kalau begitu kau bisa menanyakannya langsung. Dia baru saja datang, itu dia.”
Mengikuti arah telunjuk Ravi, gadis itu memutar tubuhnya. Senyum pun mengembang. Itu dia, barista yang kemarin memberinya kopi. Begitu mereka bertukar pandang, dia cepat-cepat turun dari kursi untuk menyapanya dengan formal.
“Selamat pagi.”
Ken bingung. Namun begitu dia tetap membalas sapaannya.
“Masih ingat aku? Aku yang kemarin kau beri secangkir kopi.”
Masih kebingungan, Ken memperhatikannya. Alisnya yang tebal saling bertemu di tengah kening. Mencoba mengingat-ingat siapa saja yang kemarin diberinya kopi. Tapi bukankah kemarin dia melakoni semua pekerjaan pelayan? Ya … karena kemarin Ravi terkena diare sehingga dia harus bekerja ekstra untuk membuat kopi sekaligus melayani pelanggan.
“Ah maaf, aku tidak ingat.”
Gadis itu cemberut. Ken merasa tidak enak hati.
“Aku benar-benar lupa, maafkan aku.”
Min Haru menghela napas panjang, setelah itu tersenyum. “Tidak apa-apa. Sebenarnya aku ingin menanyakan kopi apa yang kau berikan padaku kemarin. Rasanya sangat enak dan itu membuatku tidak membenci kopi lagi. Tapi karena kau tidak mengingatku, pasti kau juga tidak ingat kopi apa yang kau buatkan untukku kemarin.”
Ken menggaruk kepala belakangnya. “Ah ya, kemarin aku melakukan semua pekerjaan sendiri. Ng … bagaimana kalau kau ikut aku ke dapur, dengan begitu aku bisa membuatkanmu kopi yang kemarin.”
Haru menggeleng. “Sepertinya tidak bisa. Hari ini aku ada kuliah pagi.”
“Eh begitu ya.” Entah mengapa Ken merasa kecewa. “Ya sudah, lain kali kau bisa datang kemari. Aku akan coba mengingat kopi apa yang kubuatkan untukmu.”
Senyum penuh harapan terpampang di wajah pucat gadis itu. “Baiklah. Aku akan kembali nanti. Aku benar-benar menyukai kopi buatanmu itu. Kuharap kau cepat mengingatnya. Kalau begitu sampai jumpa, Ken-ssi.”
Tidak butuh waktu lama gadis itu sudah pergi dari café tersebut. Ken membuang pandangannya pada Ravi.
“Hey, kau tidak kena diare lagi ‘kan? Hari ini aku harus mengingat kembali kopi yang pernah kuberikan padanya. Jadi kau harus mengambil tugas pelayan, mengerti?”
Ravi nyengir, kemudian mengangguk. Ken kembali menoleh ke pintu, lantas bergegas pergi ke dapur.