Ini benar-benar hanya sekadar curahan hatiku aja. Entah kenapa rasanya kayak numb alias mati rasa. Kayak, aku nggak bisa merasakan apa pun dari yang namanya 'hati'. Dan itu bener-bener bikin aku frustasi.
Aku nggak punya tempat lain untuk mengungkapkan ini. Karena aku merasa nggak ada seorang pun yang seharusnya mendengarkan ini. Why?
Sebenarnya aku ada pikiran untuk menghubungi beberapa orang.
Si A misal. Alias si masa laluku. Aku udah lama nggak kontakan lagi sama dia sejak tahun kemarin? Kira-kira gitu. Dan selama itu aku berusaha move on. Boleh kubilang "move on yang salah". Karena aku sama sekali nggak ngasih kesempatan hatiku untuk benar-benar menikmati kesedihan. Patah hati itu nggak menyenangkan sekali jelas. Rasa sakitnya abstrak. Aku bisa merasakan rasa sakit di tubuhku, tapi aku nggak tahu di mana persisnya. Maka dari itu, aku akhirnya paham kenapa banyak orang yang dengan sengaja menggores kulitnya dengan barang-barang tajam seperti pisau dan cutter. Yep, untuk mengilusikan bahwa rasa sakit itu nyata.
Tapi aku gak sebodoh itu untuk melakukannya. Sebagai gantinya, saat tanganku dengan gak sengaja tergores pisau, aku yang biasanya nangis sampe rasanya pingin pingsan, jadi nggak gitu lagi. Malah kulihatin dan kunikmati.
Ngeri. Sebegitunya dampak patah hati rupanya.
Rasanya bener-bener seperti kehilangan separuh jiwa. Bener-bener ... kehilangan.
Dia udah bagaikan obat yang sanggup memulihkan dan mengalihkanku dari emosi negatif. Karena apa, karena dia memiliki hatiku.
Sejak awal.
Sejak kami pertama kali bertemu.
Mungkin kedengarannya cheesy dan dramatis, tapi sungguh, itulah yang terjadi.
Satu-satunya alasanku bertahan, satu-satunya alasanku tersenyum, satu-satunya alasanku ingin dicintai....
Aku selalu merasa sendirian sejak kecil. Aku merasa kalau orang-orang membenciku. Kenapa? Apa karena fisikku? Atau pola pikirku yang aneh? Aku juga nggak tahu.. Aku melalui banyak kegagalan dalam berteman apalagi hubungan dengan lawan jenis. Di saat aku mulai mempercayai mereka, mereka akan langsung memperlihatkan sifat asli mereka.
Satu hal yang membuatku terluka secara permanen hingga saat ini, adalah penyataan semacam ini,
"Kamu cuma menang (kulit) putihnya aja."
"Kamu itu cantik. Tapi sayangnya gendut."
"Mereka (laki-laki) nggak akan mengganggumu kalau nggak kamu goda."
Mereka bilang, terlahir dengan warna kulit kuning cerah akan membuat kehidupanmu menjadi lebih baik. Bullshit!
Hubungan dengan lawan jenis tidak ada satupun yang bertahan lama karena mereka hanya meletakkanku pada posisi "bunga pajangan". Cuma dipajang biar membuat orang lain terkesan. Supaya orang lain iri pada mereka yang memiliki "bunga" itu, dan hanya itu.
Aku sungguh berterimakasih pada dia karena sudah membuatku merasa lebih baik. Setidaknya selama 5 tahun. Mataku nggak pernah mencari yang lain selain dia di keramaian. Hanya dengan presensinya, semua kekhawatiran, rasa sakit, luka di masa lalu, lenyap seketika. Sayangnya aku kurang mampu mengucapkan terima kasih yang sepantasnya padanya. Andai aku bisa memutar ulang waktu, aku ingin memperlakukan dia dengan lebih baik, dan membalas senyumnya dengan lebih bebas tanpa harus memikirkan gosip yang mungkin saja nggak akan pernah terjadi.
itu aja.
Aku nggak punya tempat lain untuk mengungkapkan ini. Karena aku merasa nggak ada seorang pun yang seharusnya mendengarkan ini. Why?
Sebenarnya aku ada pikiran untuk menghubungi beberapa orang.
Si A misal. Alias si masa laluku. Aku udah lama nggak kontakan lagi sama dia sejak tahun kemarin? Kira-kira gitu. Dan selama itu aku berusaha move on. Boleh kubilang "move on yang salah". Karena aku sama sekali nggak ngasih kesempatan hatiku untuk benar-benar menikmati kesedihan. Patah hati itu nggak menyenangkan sekali jelas. Rasa sakitnya abstrak. Aku bisa merasakan rasa sakit di tubuhku, tapi aku nggak tahu di mana persisnya. Maka dari itu, aku akhirnya paham kenapa banyak orang yang dengan sengaja menggores kulitnya dengan barang-barang tajam seperti pisau dan cutter. Yep, untuk mengilusikan bahwa rasa sakit itu nyata.
Tapi aku gak sebodoh itu untuk melakukannya. Sebagai gantinya, saat tanganku dengan gak sengaja tergores pisau, aku yang biasanya nangis sampe rasanya pingin pingsan, jadi nggak gitu lagi. Malah kulihatin dan kunikmati.
Ngeri. Sebegitunya dampak patah hati rupanya.
Rasanya bener-bener seperti kehilangan separuh jiwa. Bener-bener ... kehilangan.
Dia udah bagaikan obat yang sanggup memulihkan dan mengalihkanku dari emosi negatif. Karena apa, karena dia memiliki hatiku.
Sejak awal.
Sejak kami pertama kali bertemu.
Mungkin kedengarannya cheesy dan dramatis, tapi sungguh, itulah yang terjadi.
Satu-satunya alasanku bertahan, satu-satunya alasanku tersenyum, satu-satunya alasanku ingin dicintai....
Aku selalu merasa sendirian sejak kecil. Aku merasa kalau orang-orang membenciku. Kenapa? Apa karena fisikku? Atau pola pikirku yang aneh? Aku juga nggak tahu.. Aku melalui banyak kegagalan dalam berteman apalagi hubungan dengan lawan jenis. Di saat aku mulai mempercayai mereka, mereka akan langsung memperlihatkan sifat asli mereka.
Satu hal yang membuatku terluka secara permanen hingga saat ini, adalah penyataan semacam ini,
"Kamu cuma menang (kulit) putihnya aja."
"Kamu itu cantik. Tapi sayangnya gendut."
"Mereka (laki-laki) nggak akan mengganggumu kalau nggak kamu goda."
Mereka bilang, terlahir dengan warna kulit kuning cerah akan membuat kehidupanmu menjadi lebih baik. Bullshit!
Hubungan dengan lawan jenis tidak ada satupun yang bertahan lama karena mereka hanya meletakkanku pada posisi "bunga pajangan". Cuma dipajang biar membuat orang lain terkesan. Supaya orang lain iri pada mereka yang memiliki "bunga" itu, dan hanya itu.
Aku sungguh berterimakasih pada dia karena sudah membuatku merasa lebih baik. Setidaknya selama 5 tahun. Mataku nggak pernah mencari yang lain selain dia di keramaian. Hanya dengan presensinya, semua kekhawatiran, rasa sakit, luka di masa lalu, lenyap seketika. Sayangnya aku kurang mampu mengucapkan terima kasih yang sepantasnya padanya. Andai aku bisa memutar ulang waktu, aku ingin memperlakukan dia dengan lebih baik, dan membalas senyumnya dengan lebih bebas tanpa harus memikirkan gosip yang mungkin saja nggak akan pernah terjadi.
itu aja.