Review Film ‘U—July 22 (UtØya, July 22)’ (2018)


Mendadak aku kangen pingin bikin review film. Alhasil kemarin aku menyempatkan waktu dua jam buat streaming film. Kalau boleh kubilang, worth it lah. Karena dari nonton film itu aku jadi dapet pengetahuan baru. 

Film yang mau ku-review sekarang adalah film berjudul U—July 22 atau UtØya, July 22. Ngerasa aneh? Well, aku juga sama. Pertama kali baca judulnya aku penasaran banget apa maksudnya. Tapi meski bener-bener nggak tahu betul topiknya, aku tertarik aja pingin nonton karena asal filmnya dari Norwegia, secara ‘kan aku pingin banget pergi ke Norway setelah BTS syuting Bon Voyage di sana. 

Balik ke topik. Setelah itu aku baca sinopsis filmnya. Genre-nya nggak aku banget sih, aku sukanya comedy romance tapi ini film bergenre thiller dan diambil dari peristiwa nyata yang pernah terjadi di tanah Norwegia. Peristiwa itu adalah terorisme yang mengebom suatu tempat dekat parlemen pemerintahan di Oslo serta pembunuhan masal para remaja yang sedang berkemah di pulau kecil Utoya pada 22 Juli 2011. 


Di awal film kamu akan bingung betul dengan jalan ceritanya. Daripada seperti film, film ini kelihatannya kayak rekaman biasa gitu. Soalnya kamera yang rolling cuma satu, dan dia ngikutin si tokoh utama ke mana-mana. Tokoh utama dalam film ini adalah Jackdaw atau dipanggil Kaja yang merupakan seorang gadis yang bermimpi menjadi anggota parlemen. Dia dan adiknya (Emilie), sedang camping di pulau kecil Utoya saat pengeboman Oslo terjadi. Pada saat itu hubungan Kaja dengan Emilie sedang dalam suasana yang tidak baik. Biasalah, perdebatan kakak-adik, si adik ngerasa kalau Kaja itu selalu dipandang sempurna sedangkan dia selalu dilihat salah. Kaja berusaha bicara baik-baik pada adiknya, tapi si adik gak mau denger. Diajak untuk pergi dari pulau itu pun si adik gak mau. 

Kaja pun marah dan dia pergi dari tenda untuk berkumpul dengan teman-temannya. Dan dia pun bertemu dengan Magnus, sosok pria yang menanyainya waktu. Mereka ngobrol sebentar, kemudian mereka pun berpisah, Kaja bergabung sama temen-temennya makan wafel. Sambil makan wafel mereka sibuk ngomongin soal politik, menerka-nerka siapa orang di balik pengeboman Oslo dan tiba-tiba saja para peserta kamping pada lari ketakutan. Tanpa tahu apa-apa Kaja dan kawan-kawannya ikut berlarian masuk ke rumah/pos untuk berlindung. Di dalam rumah/pos itu mereka mendengar suara-suara tembakan. Di sinilah konflik mulai terjadi. Mereka tidak bisa berlama-lama berlindung di rumah/pos itu karena si peneror mengetahui keberadaan mereka. Mau tak mau Kaja berlarian ke hutan bersama teman-temannya. 

Dari serangan yang mendadak itulah Kaja dan Emilie terpisah. Kaja dan kawan-kawan bersembunyi dengan tengkurap di tanah. Kita sebagai penonton pun tidak akan tahu nasib Emilie atau tokoh lainnya selain yang bersembunyi dengan Kaja. Karena seperti yang kubilang, kamera yang dipakai ngerekam cuma satu, itu pun dia ngikutin Kaja ke mana-mana. 

Kawan-kawan Kaja mencoba menghubungi polisi, namun yang mengejutkannya, ada orang yang selamat dari tembakan—dengan bercak darah di wajahnya—bilang kalau si peneror memakai seragam polisi. Merasa persembunyian mereka sudah tidak lagi aman, kawan-kawan Kaja sepakat untuk pergi ke laut, berenang ke pulau seberang. Tapi Kaja justru kembali ke tenda untuk mencari Emilie. Sayangnya Emilie tidak berada di tenda bahkan ponselnya tertinggal. Namun Kaja bertemu dengan seorang anak laki-laki berjaket kuning yang sedang duduk sendirian di dekat salah satu tenda. Anak laki-laki itu tidak ingin lari karena dia sedang menunggu kakaknya—yang menyuruhnya untuk sembunyi. Tapi setelah diyakinkan oleh Kaja, akhirnya anak itu mau lari tapi nggak mau denger pas disuruh lepas jaketnya. 

Karena tidak menemukan Emilie, Kaja pun kembali lagi ke hutan, bersembunyi di semak-semak. Ia mencoba menghubungi ibunya, memberitahu kejadian di sana dan berjanji akan menemukan Emilie. Tapi dia tidak bisa lama menelepon karena takutnya si peneror akan mengetahui keberadaannya. Dia pun memutuskan untuk pergi ke laut. Di sanalah ia bertemu dengan seorang gadis yang sedang berbaring di tanah sambil memegang hape. Gadis itu baru saja kena tembak di bahu dan sedang menunggu telepon dari ibunya. Kaja akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi ke laut dan memilih untuk menetap bersama gadis itu. Dia mencoba menutup luka itu dengan mengikat jaketnya di bahu si gadis. Kaja mengajak si gadis untuk ikut lari bersamanya, tapi si gadis menolak. Mereka akhirnya menetap di sana sambil berpelukan hingga si gadis meninggal dunia. 

Masih dengan keinginan mencari adiknya, Kaja pun pergi ke laut. Dia mencari tempat persembunyian dengan berjalan mengelilingi tepian pulau. Tapi karena banyak yang bersembunyi juga, dia selalu ditolak karena tempatnya nggak muat. Sampai akhirnya dia dipertemukan kembali dengan Magnus. Mereka pun bersembunyi di batu cadas (entahlah apa itu namanya) berharap serangan cepat berakhir. Awalnya Kaja dan Magnus bersembunyi di sana dengan dua orang lainnya, tapi dua orang itu memilih untuk berenang sama orang-orang yang lain, hingga tersisalah mereka berdua. 

Kaja dan Magnus bersembunyi sambil membicarakan banyak hal. Seperti cita-cita mereka, apa yang akan mereka lakukan kalau pada saat itu mereka di rumah, termasuk 10 daftar yang harus dilakukan sebelum mati. Bahkan Kaja bernyanyi karena Magnus memintanya. 

Tiba-tiba saja mereka dikejutkan dengan si peneror yang menembaki orang-orang yang melewati perairan. Karena hal itu Kaja lagi-lagi mengkhawatirkan adiknya dan memutuskan untuk kembali ke hutan—mencari adiknya. Namun di perjalanan ia menemukan anak kecil berjaket kuning yang tadi ditolongnya mati karena tertembak. Ia pun mengalami mental breakdown, tidak hentinya menyalahkan dirinya sendiri dan berakhir kena tembak. Magnus yang pada saat itu mengejar Kaja dan meminta Kaja untuk bersembunyi, terpaksa meninggalkan Kaja yang sudah meninggal dunia untuk naik ke perahu penyelamat. Di perahu itu, kita bisa melihat Emilie yang selamat dan sedang berusaha menghentikan pendarahan di perut Petter (salah satu teman Kaja).

Dan cerita pun berakhir. 

Durasi film ini sekitar 90 menit, dan di 90 menit itu kamu bakal dibuat pusing karena pergerakan kameranya yang ngikut Kaja. Kaja lari, kamera ikut lari. Kaja tengkurap, kamera ikut tengkurap. Bisa kupastikan, setelah nonton ini kalian bakal sakit kepala. 

Rating untuk film ini 9. Si sutradara membuat reka ulang peristiwa Utoya 22 Juli 2011 dengan berpusatkan pada para korban, yakni para remaja yang sedang liburan di pusat camping musim panas Utoya. Dengan adanya film ini, sutradara seolah ingin mengatakan bahwa, “Peristiwa ini tidak hanya tentang penyerangan terhadap anak-anak di pulau tersebut. Melainkan juga merupakan penyerangan terhadap demokrasi Norwegia.” 

Sekian untuk review-nya. Terima kasih banyak yang sudah menyempatkan waktu untuk membaca.